Seminar Nasional: Cina dan Peradaban Nusantara

Puluhan mahasiswa perwakilan dari program studi antropologi Universitas Tadulako, Kamis (20/9/2018), pukul 15.00 WITA di aula UPT Museum Provinsi Sulawesi Tengah mengikuti seminar nasional dengan tajuk “Cina dan Peradaban Nusantara”.

Pada kegiatan tersebut, para mahasiswa diberi pencerahan, pengetahuan, motivasi diri, dan juga sharing mengenai budaya Cina serta pengaruh timbal balik antara Cina dan Nusantara khususnya Sulawesi, oleh dua orang pembicara ahli yaitu Drs. Iksam, M.Hum seorang arkeolog sekaligus pemerhati budaya Sulawesi Tengah dari Kementrian Kebudayaan dan juga oleh Bapak Rezza Maulana, M.A. seorang dosen, peneliti, sekaligus ICRS Universitas Gadjah Mada, dan Ranita S.Sos sebagai moderator.

Melalui seminar ini mahasiswa diharapkan lebih mengetahui tentang budaya Cina serta pengaruhnya terhadap kebudayaan Indonesia. Pada dasarnya sejarah kebudayaan Indonesia dan sejarah Indonesia itu sendiri sangat berbeda, karena jika  berbicara mengenai sejarah kebudayaan Indonesia maka kita akan membahas tentang kebudayaan dari awal sebelum terjadinya sejarah sampai akhir di masa sekarang ini. Sementara jika berbicara tentang pasal Cina maka kita akan mengulas tentang sejarah Indonesia pada masa periode sejarah, ungkap Bapak Iksam.

Mengulas tentang Cina tidak akan luput dari jenis bahasa yaitu Austronesia yang merupakan sebuah bahasa yang menjadi dasar sumber dari separuh bahasa di dunia, termasuk AsiaTenggara, Oseania, Madagaskar, Taiwan, Selandia Baru, Hawai, dan beberapa daerah lainnya. Wilayah Indonesia sendiri menempati tempat yang sangat penting dan strategis dalam studi tentang Austronesia di dunia. Dari keseluruhan suku-suku bangsa yang bertutur kelompok bahasa Austronesia yang tersebar di dunia, terdapat 80 % suku bangsa penuturnya mendiami kepulauan Indonesia.

Penelitian arkeologi dari berbagai situs budaya Austronesia di Indonesia menunjukkan bahwa pulau Sulawesi merupakan hunian tertua, semakin muda usianya kea rah timur hingga pasifik dan ke arah barat hingga ke Madagaskar. Salah satu warisan budaya Austronesia yang masih hidup di Indonesia adalah tradisi pembuatn kain kulit kayu di provinsi Sulawesi Tengah.  Sebagai hunian tertua muncul pemikiran bahwa Sulawesi merupakan asal nenek moyang bangsa Cina, (Stephen Oppenheimer (1998)). Jadi selain anggapan bahwa terdapat migrasi atau asal-usul orang Indonesia berasal dari Cina terdapat pula anggapan sebaliknya yang didasari atas hasil penelitian dari peninggalan-peninggalan purbakala yang terdapat di Sulawesi. Selain itu terdapat beberapa suku di Cina seperti suku Lanyu di Taiwan yang menggunakan bahasa mirip dengan suku Kaili di Palu. Serta adanya kebudayaan pembuatan perahu ataupun mummi raja-raja yang diwarnai merah putih, yang sejatinya merupakan warna bendera Indonesia.

Pada sebuah buku yang mengisahkan tentang Cheng Ho, seorang pengelana dari Cina mengatakan bahwa bukanlah Colombus yang menemukan dataran Amerika melainkan orang Cina yang menggunakan kartografinya dengan bantuan navigasi orang Indonesia, Master Bentun. Jadi Indonesia/ nusantara sejatinya telah berhubungan dengan bangsa Cina sejak jaman dahulu hingga sekarang, beberapa budaya sendiri pun telah melekat di Indonesia dan bukan lagi diklaim sebagai budaya Mainland Cina. “Bangsa Cina sendiri pun memiliki peranan besar bagi Indonesia, mereka tidak mempetak-petakkan diri melainkan mengakui bahwa lahir di Indonesia membuat mereka sendiri pun mengakui sebagai orang Indonesia.” Ujar bang Rezza sembari menunjukkan foto-foto mengenai bangsa Cina di Indonesia. Beberapa contoh perjuangan heroik oleh bangsa Cina dapat kita temukan pada beberapa tokoh seperti Laksamana Jhon Li yang berjuang bertempur di Manado. “Oleh karena itu hendaknya kita selalu menanamkan semboyan negara kita “Bhinneka Tunggal Ika”, karena walaupun kita berbeda-beda tapi kita tetaplah satu, yaitu Indonesia. “ tutup sang moderator, Ibu Ranita dalam akhir pemaparan materi.

 

Scroll to top